B. Indonesia

Pertanyaan

Tolong buatkan cerita idul adha di lingkungan anda, untuk tugas dari sekolah

1 Jawaban


  • Qurban Rame-Rame




    Muslim mana yang tak ingin ikut ber-qurban pada hari raya idul adha. Semua orang berbondong dan berlomba untuk saling berbagi, Mustofa pun seolah tak ingin kehilangan momen. “Tahun depan, aku harus bisa ikut Qurban”, itulah tekad yang ia pegang teguh ketika hari raya idul adha tahun lalu.


    Tahun lalu, di idul adha 2017 ia menangis batin ketika menerima daging qurban dari salah satu masjid di tempatnya. Ia begitu merasa sedih, ia begitu merasa kecil, ia benar-benar rindu dan sangat ingin berbagi untuk orang lain.


    “Ya Alloh, berikanlah aku kesehatan sehingga aku bisa bekerja keras mencari riski-Mu. Berikanlah aku kemudahan dalam membelanjakan apa yang aku miliki untuk-Mu, dijalan-Mu ya Alloh”.


    Sebagai seorang pria yang hanya bekerja sebagai tukang sapu di sebuah sekolah, Mustofa tentu saja jauh dari mampu untuk ikut qurban, satu ekor kambing saja sangat sulit apalagi sampai seekor sapi.


    “Bu…kapan ya kita bisa ikut menikmati indahnya ber-qurban?”

    “Ya sabar pak, mungkin tahun ini kita bisa, Alloh yang akan memberikan jalan”


    Mustofa hanya mampu menelan ludah mendengar perkataan sang istri. Tampak jelas rasa gundah dan gelisah menyelimuti kepalanya. Ada mendung yang menggantung di dahi, dan terpaksa harus ia kerutkan.


    Sesekali, Mustofa tidak bisa menahan diri. Ia berkeluh kesah kepada sang istri tentang keinginannya beribadah. Untungnya, Mustofa memiliki istri yang sangat sabar dan pandai membangkitkan semangat.


    “Sudah pak, jangan melamun, masih pagi…”, ucap Narti melihat sang suami yang duduk diam tanpa menghirup sedikitpun kopi yang ia buatkan dengan penuh cinta.

    Mendengar teguran sang istri, Mustofa hanya mendesah. “Bapak masih kepikiran qurban tahun ini ya?”, ucap Narti melihat suaminya yang tak beranjak.


    Sambil memegang pundak sembari duduk di sisi sang suami ia pun berbisik pelan, “insyaalloh, tahun ini kita bisa ber-qurban pak… ibu punya sedikit tabungan, kalau ditambah cincin ibu mungkin cukup untuk membeli satu ekor kambing”, ucapnya mantap.


    Mendengar perkataan sang istri tentu saja Mustofa kaget. Ia mengalihkan pandangan kepada Narti, “benar bu, ibu punya tabungan dari mana?”, tanya Mustofa tak percaya.

    “Ibu menyisihkan uang belanja dari bapak, tapi belum cukup pak, hanya satu juta, itupun ditambah uang untuk bayar anak-anak sekolah, makanya kita bisa jual saja cincin ibu…”, ucap Narti lagi.


    “Tapi bu… cincin itu kan kesayangan ibu?”, jawab Mustofa lagi. “Lho, lha kan intinya qurban ya begitu to pak, ikhlas berbagi dan beribadah”, ucap Narti. Belum sempat Mustofa menjawab, Narti sudah buru-buru memotong pembicaraan, “sudah pak, ini kan sudah siang, bapak minum kopi, sarapan terus berangkat kerja. Tidak usah pusing memikirkan itu, ibu yakin tahun ini ada jalan, ibu selalu berdoa agar bapak dapat rejeki yang cukup”, ucapnya sambil mendekatkan kopi Mustofa yang sudah mulai dingin.


    Narti kemudian mengambilkan satu piring singkong rebus untuk sarapan sang suami. Akhirnya, hari itu Mustofa berangkat bekerja dengan sedikit harapan, harapan untuk mendapat tambahan uang untuk qurban.


    Berbekal doa istri yang sholehah, Mustofa menjemput rejeki pertama. Sesampaina di tempat kerja tiba-tiba ia dipanggil bapak kepala sekolah. Sang kepala sekolah kemudian memberikan amplop berwarna putih, “pak ini gaji bulan ini”, ucapnya kepada Mustofa.


    Setelah mengucapkan terima kasih dan menyelesaikan pekerjaannya ustofa pun pulang. Sampai di rumah, ia pun memberikan amplop itu kepada sang istri.


    “Bu, ini gaji bapak bulan ini…”

    “Lo, kok sudah dikasih to pak, bukannya belum waktunya gajian?”

    “Iya, tapi yo tidak tahu, tadi bapak kepala sekolah memanggil bapak terus memberikan amplop itu…”

Pertanyaan Lainnya